GRESIK-Sejumlah kalangan dewan menanggapi pesimis dengan adanya deklarasi bebas asusila di Gresik yang telah dilakukan oleh Bupati Dr. Sambari Halim Radianto beserta jajaran Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) di Gresik dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Gresik maupun beberapa organisasi masyarakat (ormas).
Pasalnya, kegiatan tersebut dinilai sarat nuansa seremonial belaka serta tebar pesona dari eksesekutif untuk mengelabuhi masyarakat dengan fenomena maraknya praktek asusila terselebung yang dikemas dalam warung remang-remang atau lebih dikenal warung pangku ataupun tempat hiburan.
“Yang penting action dilapangan. Tidak penting deklarasi atau sejenisnya. Eksekutif jangan hanya tebar pesona,”tukas Ketua Komisi D, Drs. Chumaidi Ma’un dengan nada serius, kemarin.
Ditambahkannya, Pemkab Gresik sudah memiliki peraturan daerah (Perda) anti maksiat. Seharusnya, sambung politisi dari F-PKB ini, aplikasi di lapangan untuk memberantas praktek asusila yang diprioritaskan daripada sekedar menggelar deklarasi bebas asusila.
Komisi D sendiri, sambung Chumaidi Ma’un, sudah melakukan aksi dalam menindaklanjuti keluhan masyarakat terkait maraknya warung pangku sebagai praktek asusila terselubung. Pemilik warung telah dipanggil untuk hearing dengan warga sekitarnya.
Termasuk melakukan sidak ke tempat hiburan yang dikeluhkan masyarakat menjadi ajang asusila. Sayangnya, sidak yang dilakukan pada siang hari ketika tempat hiburan sedang sepi. Disamping itu, sidak yang dilakukan oleh Komisi D diduga bocor. Buktinya, pemilik hiburan sudah siap dengan menyulap tempat bisnisnya seolah tempat hiburan biasa. Tidak menyediakan minuman keras maupun pramusaji plus yang berdandan menor dan baju bikini.
“Jadi, sebenarnya yang penting penegakan dari perda anti maksiat. Lha wong, kita sudah ada aturannya,”pungkasnya. (sho)
Posting Komentar