Syaiful fuad |
GRESIK-Banyak investor yang memberikan penilaian buruk terkait proses perijinan di Kabupaten Gresik yang lamban dan mahal. Padahal, Pemkab Gresik sudah melaksanakan pelayanan terpadu satu atap (PTSA). Padahal, sasaran yang hendak dicapai dari PTSA adalah terwujudnya pelayanan public yang cepat, murah, transparan dan terjangkau.
Realitas tersebut diangkat oleh Fraksi Partai Demokrat (F-PD) dalam rapat paripurna dengan agenda pemandangan umum (PU) fraksi terhadap 4 rancangan peraturan daerah (Ranperda) yang diusulkan eksekutif yakni Ranperda tentang Penamanam Modal di Kabupaten Gresik, Ranperda tentang Analisa Dampak Lalu Lintas di Jalan, Ranperda tentang Usaha Depot Air Minum dan Ranperda tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Daerah.
“Keluhan itu datang dari pengusaha ketika kita melakukan sidak ke perusahaan-perusahaan,”ungkap anggota F-PD, Syaiful Fuad dengan ekspresi serius, Rabu (9/5).
Imbas dari proses perijinan yang berbelit-belit serta mahal, sambung wakil ketua Komisi A tersebut, pengusaha enggan untuk melakukan perpanjangan proses perijinan ketika ijin yang dikantongi sudah habis masa berlakunya.
Padahal, aturan yang ada sebagai pedoman teknis untuk PTSA yakni proses perijinan sudah selesai maksimal 15 hari. Kenyataannya, lanjut Syaiful Fuad, proses perijinan di Kabupaten Gresik waktunya tak jelas.
Fakta lain yang diungkap oleh F-PD yakni ada indikasi permintaan uang jaminan dalam penerbitan izin. Tetapi, dasar hukumnya tidak jelas pengenaan permintaan jaminan uang tersebut.
“Ada keluhan dari pengusaha kapal yang hendak melayani jalur Gresik- Bawean diminta uang jaminan sebesar Rp. 4 milyar. Darimana dasar hukumnya,”imbuh Syaifiul Fuad dengan nada sengit.
Kritikan tajam juga diberikan oleh F-PAN terkait 4 ranperda tersebut. Pasalnya, ranperda usulan dari eksekutif itu, kurang melibatkan partisipasi public dalam pembuatan peraturan yang berimbas tidak ada sense of belonging dari produk hokum yang dihasilkan bersama antara eksekutif bersama legislatif.
“Fraksi kami menganggap 4 Ranperda yang diusulkan oleh ekskutif, kurang mengakomodir UU No. 10 tahun 2004 tentang peraturan perundang-undangan. Khususnya, pasal 53 yaitu masyarakat berhak memberikan masukan secara tertulis atu lisan dalam rangka penyiapan atau pembahasan ranperda maupun rancangan undang-undang. Sebab, naskah akademik dari ranperda yang diajukan eksekutif hanya menggunakan yuridis normative dalam metode penelitiannya meskipun diperbolehkan,”ujar Ketua F-PAN, Mustajab.
Sementara itu, F-PKNU mensinyalir terjadi duplikasi dalam Ranperda tentang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Daerah yang sebagian substansinya sama dengan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gresik No. 9 tahun 2011 tentang Program Legislasi Daerah.
Selain itu, F-PKNU mengkhawatirkan adanya praktek monopoli terkait Ranperda tentang Penyelenggaraan Usaha Depot Air Minum. Sebab, pengusaha baru tidak dapat masuk dalam bisnis tersebut tanpa ada persetujuan dari Asosiasi Depot Air Minum.
“Apakah ke depan tidak terjadi monopoli usaha oleh orang-orang tertentu. Ini harus diatur dengan jelas agar tak terjadi permasalahan di kemudian hari,”ujar anggota F-PKNU, Lilik Hidayati.
Pesimistis terkait implementasi dari Ranperda tentang tentang Analisa Dampak Lalu Lintas di Jalan (Amdalalin) menjadi sorotan dari F-PDIP dalam PU yang dibacakan oleh Jumanto, SE MM yang juga ketua komisi A tersebut.
Hal yang menarik dalam rapat paripurna tersebut yakni Bupati Gresik tidak memberikan tanggapan terhadap 5 Ranperda yang diusulkan oleh DPRD Gresik. Sebaliknya, Bupati justru merekomendasi agar 5 buah ranperda usulan dewan dibahas bersama untuk disyahkan yakni Ranperda tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, Ranperda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, Ranperda tentang Pedoman Pembuatan Nama Jalan, Ranperda tentang Pengarusutamaan Gender dan Ranperda tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. (sho)
Posting Komentar